Bismillah, Ayah, Bunda, serta para pendidik yang semoga senantiasa dirahmati Allah ‘Azza wa Jalla. Di era digital seperti hari ini, tak bisa dipungkiri bahwa gadget telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, bahkan dalam keluarga yang paling sederhana sekalipun. Dari yang sekadar untuk komunikasi, hingga menjadi alat utama pembelajaran dan hiburan. Anak-anak tumbuh dengan layar di tangan mereka. Namun, apakah layar itu mendidik atau justru melalaikan?
Sebuah pertanyaan sering muncul dalam diskusi tentang screentime anak:
“Kalau anaknya nonton dakwah, belajar dari YouTube, baca artikel Islami, itu tetap perlu dibatasi juga tidak?”
Pertanyaan ini bukan pertanyaan biasa. Ini pertanyaan yang membuka pintu untuk berpikir lebih dalam tentang bagaimana dan mengapa anak-anak menggunakan gadget mereka. Dan di sinilah perbedaan antara penggunaan konsumtif dan produktif menjadi penting untuk dipahami.
Konsumtif vs Produktif: Apa Bedanya?
Gadget konsumtif adalah penggunaan perangkat digital yang sifatnya hanya untuk menerima hiburan (pasif). Anak-anak duduk manis, layar menyuguhkan tontonan, permainan, atau hiburan lain, dan mereka menikmatinya tanpa banyak berpikir atau berkarya. Tidak ada interaksi dua arah, tidak ada pengembangan, tidak ada pencapaian yang berarti.
Contohnya?
- Menonton video pendek (Shorts, TikTok, Reels) tanpa arah dan durasi.
- Bermain game endless seperti Subway Surfer, Candy Crush, atau roleplay di Roblox tanpa tantangan nyata.
- Scroll marketplace sekadar karena bosan.
- Ikut live streaming gamer favorit hingga larut malam.
- Menonton konten unboxing mainan terus-menerus tanpa diaplikasikan dalam kreativitas nyata.
Sebaliknya, gadget produktif memfasilitasi anak untuk berpikir, belajar, mencipta, dan berkontribusi. Anak tidak hanya menerima, tapi aktif memproses informasi dan menghasilkan sesuatu. Ada nilai tambah, baik secara intelektual, spiritual, maupun keterampilan hidup.
Contohnya?
- Membaca e-book atau artikel edukatif dan menuliskan kembali pemahamannya.
- Membuat poster Islami di Canva atau aplikasi desain sederhana.
- Belajar membuat jadwal hafalan, ibadah, atau belajar di Google Docs.
- Diskusi kelompok daring via Google Meet atau Zoom.
- Menonton kajian, lalu menceritakan kembali isi materinya dengan gaya sendiri.
- Menulis rangkuman Sirah Nabawiyah atau hadits pilihan.
- Bermain brain games atau kuis Islami yang merangsang daya pikir.
Tidak Selalu Salah, Tapi Harus Selalu Diatur
Di sinilah pentingnya keseimbangan. Gadget konsumtif bukan musuh. Dalam dosis tertentu, bisa menjadi sarana relaksasi, hiburan sehat, bahkan bonding time bersama orang tua.
Namun, jika tidak diawasi dan dibiarkan bebas, gadget konsumtif bisa menumpulkan fitrah berpikir, mematikan kreativitas, dan membuat anak pasif serta mudah terdistraksi.
Sedangkan gadget produktif (meski berisi aktivitas “bermanfaat”) tetap harus diatur. Karena tidak semua yang tampak produktif benar-benar mendatangkan keberkahan. Sebab dalam Islam, niat dan manfaat nyata lebih utama dari sekadar aktivitas yang terlihat baik.
Panduan Islam: Orang Tua Tetap Jadi Pengatur Arah
Al-Qur’an menuntun kita dalam tadbir harta anak:
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka)…”
(QS. An-Nisa: 5)
Apa kaitannya dengan gadget?
Gadget adalah aset, bahkan sering kali bernilai mahal. Tetapi lebih dari sekadar harga, gadget memberi akses ke dunia luar. Ke informasi, budaya, nilai, dan ideologi yang bisa memengaruhi anak.
Dan anak-anak, belum sempurna akalnya. Mereka belum mampu menyaring, memilah, atau membuat prioritas. Maka, tanggung jawab utama tetap di pundak Ayah Bunda. Kapan boleh digunakan, apa yang boleh diakses, dan berapa lama digunakan, itu semua harus tetap dalam kendali orang tua.
Filter Utama: Manfaat Dunia dan Akhirat
Nabi ﷺ bersabda:
“Di antara tanda baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat.”
(HR. Tirmidzi)
Ini prinsip emas. Bahkan aktivitas produktif sekalipun, kalau membuat lalai dari shalat, durhaka pada orang tua, atau lupa akan tanggung jawab, maka itu bukan lagi manfaat, tapi mudharat.
Gadget harus menjadi alat bantu untuk ibadah, belajar, atau pengembangan diri. Bukan menjadi tuhan kecil yang selalu diikuti kemana pun, kapan pun, dan untuk apa pun.
Strategi Bijak: Proporsi Penggunaan
Alih-alih melarang total, lebih bijak jika Ayah Bunda menerapkan komposisi waktu dalam penggunaan gadget. Misalnya untuk anak usia 5–8 tahun, dengan durasi maksimal 1 jam per hari:
- 15–20 menit untuk hiburan konsumtif (misal: kartun edukatif bareng Ayah Bunda).
- 40–45 menit untuk kegiatan produktif (membaca, membuat karya, mengikuti kelas daring).
Tentu, ini bukan aturan kaku. Namun bisa menjadi rujukan awal agar penggunaan gadget tidak liar dan tetap berada dalam koridor hikmah.
Jangan Lupakan Tujuan Besar: Akhlak, Mandiri, dan Bertauhid
Tujuan akhir dari pendidikan bukan sekadar anak pandai atau kreatif, tapi agar mereka menjadi hamba Allah ﷻ yang:
- Berakhlak baik, di dunia nyata maupun dunia maya.
- Mandiri dalam berpikir dan bertindak, tidak sekadar meniru tren.
- Berpegang teguh pada tauhid, menjadikan Allah ﷻ sebagai pusat hidupnya.
Baca juga artikel sebelumnya: Menjaga Fitrah di Era Digital: Tauhid sebagai Kompas Pendidikan Anak
Maka, gadget harus ikut berperan dalam tujuan ini. Bila tidak, ia hanya akan jadi beban dan pengalih jalan. Kini saatnya Ayah Bunda bertanya pada diri:
- Sudahkah gadget di rumah kita mendidik atau justru mengaburkan arah hidup anak?
- Sudahkah kita ajarkan adab digital sebelum kecakapan digital?
- Sudahkah kita latih anak untuk memilih yang produktif dan menjauhi yang sia-sia?
Karena pada akhirnya, tantangan bukan di tangan anak, tapi di pundak kita (orangtua).
Penutup: Dari Alat Menjadi Amanah
Gadget hanyalah alat. Namun bila tidak diatur dengan iman dan ilmu, ia bisa menjadi fitnah bagi keluarga. Maka, jangan hanya batasi waktunya. Latih juga niatnya. Jangan hanya atur aplikasinya. Arahkan juga fitrahnya. Ajarkan anak untuk bertanya sebelum mengakses:
“Apakah ini bermanfaat bagi akhiratku?”
“Apakah ini mendekatkanku kepada Allah ﷻ atau menjauhkanku?”
Jika pertanyaan ini sudah tertanam, maka dengan izin Allah, layar tak lagi jadi candu. Ia akan menjadi ladang pahala, sarana berkarya, dan jalan dakwah bagi anak-anak kita, generasi yang bertauhid dan beradab di zaman digital.
Semoga Allah ﷻ mudahkan langkah Ayah Bunda dalam mendidik anak-anak dengan gadget yang terarah, tidak liar. Dari rumah yang sederhana, akan lahir generasi yang luar biasa, dengan iman yang kokoh, akhlak yang indah, dan karya yang nyata. Biidznillah.